SEJARAH BANTEN
GIRANG
Banten Girang merupakan sebuah
komplek pemakaman keluarga dan keturunan anak dari Sultan Hasanudin yang
merupakan Raja di Kerajaan Banten. Penjiarahan ini terletak di Jl. Raya. Pandeglang,
Kampung Sempu Banten Girang RT 01 RW 17 Cipare Serang.
Dalam Komplek Makam ini
terdapat 2 Makam yang di Kramatkan, yakni makam putra Sultan Hasanudin yakni
"Ki Mas Jong, dan Ki Agus Ju.
Tahun
932 dan 1030 Masehi Banten Girang merupakan bagian dari Kerajaan Sunda, tahun 1526 Sultan Gunung Jati dan Putranya
Sultan Hasanuddin yang berasal dari Kerajaan Demak merebut kekuasaan Banten
Girang dan Pelabuhan Banten dan menjadi Kesultanan Banten. Banten Girang adalah
sebuah pelabuhan dan sebuah Benteng pertahanan, dikelilingi oleh Kali yang bernama
Kali Banten. Pada masa Kali Banten dapat dilalui oleh kapal - kapal perdagangan
dan berlabuh di Banten Girang.
Pada awalnya Sultan Gunung Jati
atau Syarifhidayatullah mulai melakukan perebutan kekuasaan dari daerah Gunung
Pulosari di daerah Pandeglang. Didaerah tersebut Sultan Gunung Jati melakukan
penyebaran agama Islam pertama kali di daerah Banten. Di Museum Nasional
Indonesia terdapat beberapa Arca yang berasal dari daerah Banten yang disebut “Arca
Caringin" Arca tersebut diketemukan di
taman hiasan kebun asisten-residen Belanda di tempat tersebut. Arca tersebut
dilaporkan ditemukan di Cipanas, dekat kawah Gunung Pulosari, dan terdiri dari satu
dasar patung dan 5 arca berupa Shiwa Mahadewa, Durga,
Batara Guru, Ganesha dan Brahma. Coraknya mirip corak patung Jawa
Tengah dari awal abad ke-10. Oleh karena itu, Gunung Pulosari dikaitkan dengan
Banten Girang dan diperkirakan merupakan tempat kramat kerajaan Sunda.
Tidak jauh dari komplek
pemakaman terdapat sebuah GOA kecil, GOA tersebut terketak di sebelah utara
komplek pemakaman dipinggir bibir Kali Banten. GOA yang berukuran 1 x 1 meter
tersebut terdiri dari 2 ruang kecil, yang menurut sesepuh setempat digunakan
untuk bertapa dan persembunyian. Bahkan ada mitos bahwa sebenarnya GOA tersebut
sangatlah panjang dan bisa tembus sampai ke wilayah Komplek Kesultanan Banten
di daerah Kasemen Serang Banten. Namun belakangan ada beberapa bukti otentik
yang menguatkan hal tersebut. Di tahun 2018 diketemukan sebuah Gorong - gorong besar seperti sebuah jalan GOA
didaerah Pasar Lama Serang Banten. Diketemukannya gorong – gorong besar
tersebut berawal dari amblasnya tanah di daerah tersebut dan ternyata d bawah
lokasi bangunan Pasar Lama merupakan jalur Gorong – gorong yang panjang, dan
bisa jadi jika ditelusuri tembus ke Kesultanan Banten lama dan Banten Girang.
Banten Girang berada di tengah
dari Kali Banten yang di apit oleh dua buah kampung, yang pertama Kampung Sempu
yang berada di sebelah kiri dari Banten Girang dan Kampung Tirtalaya yang
berada di sebelah kanan dari Banten Girang. Banyak dari masyarakat sekitar yang
masih menemukan beberapa peninggalan sejarah ketika mereka menggali di kedalaman
tertentu, banyak dari masyarakat sekitar tanpa sengaja menemukan keramik kuno
yang berupa peralatan makan, hiasan rumah, bahkan ada yang menemukan patung dan
relief kuno. Menurut sejarah Banten Girang awalnya merupakan sebuah kota yang
ramai. Dan hal terseut terbukti dari masih adanya pasar tradisional yang ada
hanya pada saat Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha. Pasar tersebut berada di
jalan dari pintu masuk Kampung Sempu sampai menuju Banten Girang. Menurut
sesepuh sekitar Pasar tersebut dinamakan “Pasar Ceplak”, yang berarti para
pedagangnya menggelar lapak dagangan dengan berjajar disepanjang jalan menuju
Banten Girang. Barang dagangan yang biasa mereka perjualkan adalah hasil bumi,
seiring berjalannya waktu pasar tersebut berubah menjadi Pasar Mainan anak –
anak.
Kurangnya perhatian dari
Pemerintah setempat akan bukti sejarah yang ada di daerah tersebut berdampak
banyaknya peninggalan sejarah rusak bahkan putus begitu saja.
No comments:
Post a Comment